Kamis, 30 Desember 2010

Sinergi Sabar dan Sholat

Sinergi Sabar dan Shalat

by Elok Cahyani on Thursday, 30 December 2010 at 13:11.

Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah [2]: 155)

Shalatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat. Demikian sabda Rasulullah SAW ketika memerintahkan ibadah shalat kepada umatnya. Perintah ini menunjukkan betapa pentingnya nilai shalat bagi seorang Muslim, sampai gerakan dan bacaannya dicontohkan secara detail oleh beliau.

Sejatinya, shalat adalah ibadah paripurna yang memadukan olah pikir, olah gerak dan olah rasa (sensibilitas). Ketiganya terpadu secara cantik dan selaras. Kontemplasi dan riyadhah yang terintegrasi sempurna, saling melengkapi dari dimensi perilaku/lisan (al-bayan), respons motorik, rasionalitas (menempatkan diri secara proporsional), dan kepekaan terhadap jati diri--untuk merasakan cinta dan kasih sayang Allah SWT. Yang menarik, Alquran kerap menggandengkan ritual shalat dengan sikap sabar. Misalnya dalam QS Al Baqarah [2] ayat 155, Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Perintah senada terungkap pula dalam QS Al Baqarah [2] ayat 45.

Mengapa sabar dan shalat?

Sebelumnya, mari kita lihat makna sabar. Secara etimologi, sabar (ash-shabr) bermakna menahan (al-habs). Dari sini sabar dimaknai sebagai upaya menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencapai ridha Allah (QS Ar Ra'd [13]: 22).

Lebih dari seratus kali kata sabar disebut dalam Alquran. Tidak mengherankan, karena sabar adalah poros sekaligus asas segala macam kemuliaan akhlak. Jika kita menelusuri hakikat akhlak mulia, maka sabar selalu menjadi asas dan landasannya. 'Iffah [menjaga kesucian diri misalnya, adalah bentuk kesabaran dalam menahan diri dari memperturutkan syahwat. Syukur adalah bentuk kesabaran untuk tidak mengingkari nikmat dari Allah. Qana'ah [merasa cukup dengan apa yang ada] adalah sabar dengan menahan diri dari angan-angan dan keserakahan. Hilm [lemah-lembut] adalah kesabaran dalam mengendalikan amarah. Pemaaf adalah sabar untuk tidak membalas dendam. Demikian pula keutamaan akhlak lainnya. Pengukuh agama semuanya bersumbu pada kesabaran.

Dari sini terlihat bahwa sabar itu cakupannya sangat luas. Sehingga sabar bernilai setengah keimanan. Setengah lainnya adalah syukur. Sabar ini terbagi ke dalam tiga tingkatan. Pertama, sabar dalam menghadapi sesuatu yang menyakitkan; seperti musibah, bencana atau kesusahan. Kedua, sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat. Ketiga, sabar dalam menjalankan ketaatan.

Tidak berputus asa saat menghadapi musibah (atau sesuatu yang tidak enak) merupakan tingkat terendah dari kesabaran. Satu tingkat di atasnya adalah sabar untuk menjauhi maksiat dan kesabaran berlaku taat. Mengapa demikian? Kesabaran menghadapi musibah disebut kesabaran idhthirari (tidak bisa dihindari). Pada saat ditimpa musibah, seseorang tdak memiliki pilihan kecuali menerima cobaan tersebut dengan sabar.

Dengan tidak sabar pun, musibah tetap terjadi. Lain halnya dengan sabar menjauhi maksiat dan sabar dalam taat, keduanya bersifat ikhtiari (bisa dihindari). Dengan kata lain, manusia dihadapkan pada pilihan, bisa melakukan bisa pula tidak.

Dari sini, secara psikologis kita bisa memaknai sabar sebagai sebuah kemampuan untuk menerima, mengolah, dan menyikapi kenyataan. Dengan kata lain, sabar adalah upaya menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencapai ridha Allah.

Jiwa yang tenang

Salah satu ciri orang sabar adalah mampu menempatkan diri dan bersikap optimal dalam setiap keadaan. Sabar bukanlah sebuah bentuk keputusasaan, melainkan optimisme yang terukur. Ketika menghadapi situasi di mana kita harus marah misalnya, maka marahlah secara bijak dan diniatkan untuk mendapatkan kebaikan bersama. Karena itu, mekanisme sabar dapat melembutkan hati, menghantarkan sebuah kemenangan yang manis atas dorongan syaithaniyah untuk menuruti ketidakseimbangan hawa nafsu.

Dalam shalat dan proses sabar terintegrasi proses latihan yang meletakkan kendali diri secara proporsional, mulai dari gerakan (kecerdasan motorik), inderawi (kecerdasan sensibilitas), aql, dan pengelolaan nafs menjadi motivasi yang bersifat muthma'innah. Jiwa yang tenang inilah yang akan memiliki karakteristik malakut untuk mengekspresikan nilai-nilai kebenaran absolut. Hai jiwa yang tenang (nafs yang muthmainah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang bening dalam ridha-Nya (QS Al Fajr [89]: 27-28).

Orang-orang yang memiliki jiwa muthma'innah pada akhirnya akan mampu mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam kesehariannya. Nilai shalat adalah nilai-nilai yang didominasi kesabaran paripurna. Praktiknya tercermin dari sikap penuh syukur, pemaaf, lemah lembut (hilm), penyayang, tawakal, merasa cukup dengan yang ada (qana'ah), pandai menjaga kesucian diri ('iffah), konsisten (istiqamah), dsb.

Tak heran jika Rasulullah SAW, para sahabat dan orang-orang saleh menjadikan shalat sebagai istirahat, sebagai sarana pembelajaran, sebagai media pembangkit energi, sebagai sumber kekuatan, dan sebagai pemandu meraih kemenangan. Ketika mendapat rezeki berlimpah, shalatlah ungkapan kesyukurannya. Ketika beban hidup semakin berat, shalatlah yang meringankannya. Ketika rasa cemas membelenggu, shalatlah yang membebaskannya. Khubaib bin Adi dapat kita jadikan teladan.

Ketika akan menjalani dieksekusi mati, seorang dedengkot kafir Quraisy memberi Khubaib kesempatan untuk mengungkapkan keinginan terakhirnya. Apa yang ia minta? Ternyata, Khubaib minta diberi kesempatan untuk shalat. Permintaan itu dikabulkan. Dengan khusyuk ia shalat dua rakaat. Selepas itu pengagum berat Rasulullah SAW ini berkata, Andai saja aku tidak ingin dianggap takut dan mengulur-ulur waktu, niscaya akan kuperpanjang lagi shalatku ini!.

Ya, shalat yang baik akan menghasilkan kemampuan bersabar. Sebaliknya kesabaran yang baik akan menghasilkan shalat yang berkualitas. Ciri shalat berkualitas adalah terjadinya dialog dengan Allah sehingga melahirkan ketenangan di hati. Komunikasi dengan Allah tidak didasari titipan kepentingan. Dengan terbebas dari gangguan kepentingan tersebut, shalat akan mencapai derajat komunikasi tertinggi. Komunikasi dengan Dzat Yang Mahakuasa, Pemilik Alam Semesta.

Siapa pun yang mampu merasakan nikmatnya berdialog dengan Allah SWT, hingga berbuah pengalaman spiritual yang dalam, niscaya ia tidak akan sekali pun melalaikan shalat. Ia rela kehilangan apa pun, asal tidak kehilangan shalat. Jika sudah demikian, pintu pertolongan dari Allah SWT akan terbuka lebar.

semoga manfaat adanya..amin...

TANDA HUKUMAN TUHAN
by Indah Rochmawati on Wednesday, 22 December 2010 at 14:57

Di Zaman Nabi Syu'aib AS, seorang pria datang ke hadapan Nabi, "Tuhan telah menyaksikan semua dosa yang telah kulakukan. Namun karena kemurahanNya, Ia masih juga belum menghukumku.

Tuhan kemudian berkata kepada Syu'iab, "Katakanlah pada orang itu, "Engkau merasa Tuhan belum menghukummu padahal sebaliknya."

"Tuhan telah menghukum tetapi kau tidak menyadarinya. Kau berkelana di tengah rimba tanpa tujuan. Tangan dan kakimu terikat. Kau tak lain hanyalah wajah yang penuh dengan karat.

"Semakin hari kau telah dibutakan tentang hal-hal spiritual. Bila api mengenai wajan yang masih bersih, jelaganya terlihat seketika. Tapi dengan wajan yang permukaannya hitam seperti milikmu, siapa yang mampu melihat betapa tebalnya jelaga itu?"

"Bila kau menulis di atas sehelai kertas, tulisan itu akan mudah terbaca. Namun bila kertas itu kau remas berulang kali, apa yang kau tulis akan sulit untuk kau baca."

"Tenggelamkanlah dirimu dalam lautan pembersih karat. Hapus jelaga itu seluruhnya."

Setelah Nabi Syu'aib mengutarakan semua ini, saat itu pula mawar bermekaran di hati pria itu. Tapi ia masih bertanya, "Aku masih ingin tahu satu tanda bahwa Dia telah benar-benar menghukumku."

Sekali lagi Tuhan melaului lidah Nabi Syu'aib berkata, "Aku takkan menyingkap rahasiamu, tapi Aku akan tunjukkan sehingga kau menegerti."

"Dalam hidupmu, kau telah banyak beramal soleh, kau sering berpuasa dan sholat malam. Tapi kau belum menikmati semua itu. Kau memiliki banyak buah, namun tak ada yang rasanya manis. Tanpa cita rasa dan benih kenikmatan, sebiji apel takk kan tumbuh menjadi pohon yang penuh dengan buah. Begitu pula dengan ibadahmu, ibadadah tanpa kenikmatan tak lebih dari sekedar khayalan."




KHASIAT DUA BUAH SURAH,SURAH AL-FALAQ DAN AN-NAAS
by Fia Bunda on Sunday, 02 January 2011 at 14:24

1. 'Aisyah menerangkan:Bahwa Rasulullah s.a.w. pada setiap malam apabila hendak tidur,beliau membaca surah Ikhlas,surah Falaq dan surah An-naas.Ditiupkan pada kedua tapak tangan kemudian disapukan keseluruh tubuh dan kepala.

2. Sayyidina 'Ali menerangkan:Pernah Rasulullah digigit kala,kemudian beliau mengambil air garam.Dibacakan surah Al-Falaq dan surah An-Naas lalu disapukan pada anggota yang digigit kala tadi..

3. 'Uqbah bin 'Amir menerangkan:Ketika saya sesat jalan dalam suatu perjalanan bersama dengan Rasulullah,beliau membaca surah Al-Falaq dan surah An-Naas dan akupun disuruh beliau juga membacanya.

4. Barangsiapa terkena penyakit karena perbuatan syaitan atau manusia,hendaklah membaca surah Al-Falaq dan An-Naas sebanyak 41 kali. Tiga hari,lima hari, atau tujuh hari berturut-turut.

5. Siapa takut akan godaan syaitan atau manusia atau takut dalam kegelapan ,malam,atau takut kekejaman raja,bacalah surah Al-Falaq dan surah An-Naas sebanyak 100 kali.

6. 'Uqbah menerangkan:Rasulullah berkata kepadaku:"Maukah kuajarkan kepadamu 2 buah surah tidak terdapat bandingannya dalam Zabur,Taurat dan Injil?"saya menjawab:" Baiklah ya Rasulullah" Kemudian Rasulullah membaca surah Al-Falaq dan surah An-Naas"
www.myland59.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar