Rabu, 14 Desember 2011

SISI KELAM HUBUNGAN MANUSIA DENGAN JIN


http://gus7.wordpress.com/2009/02/06/sisi-kelam-hubungan-manusia-dengan-jin/
AGUS SISWANTO

Kesurupan massal kerapkali terjadi. Pemanfaatan jin untuk keperluan manusia juga masih terdengar. Upacara adat yang berhubungan dengan jin biasa dilakukan di Nusantara ini.

Persoalannya, bagaimana sebenarnya hubungan manusia dengan jin di masa sekarang ini? Apakah hubungan yang terjadi tergolong harmonis ataukah justru sedang berada dalam saat yang paling kelam?

Berkaitan dengan hal ini, penulis menghubungi Mas Anto (35 thn) dikediamannya di Jakarta Timur.

Sebelum bertutur panjang, Mas Anto mengutip sebuah ayat yang menunjukkan bahwa keberadaan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Tuhan. Bunyi Firman Allah SWT tersebut terdapat dalam surat Adz Dzariat ayat 56, “Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.”

“Ayat tersebut menunjukkan bahwa bangsa jin dan manusia wajib beribadah kepada Tuhan. Ayat itu juga menyiratkan perlu adanya keharmonisan hubungan antara manusia dengan jin. Ini sudah merupakan sunnatulloh,” katanya.

Selanjutnya dia mengatakan, hubungan manusia dengan bangsa jin sendiri telah terjadi sejak zaman Nabi Adam alaihissalam. Sedangkan pada masa Nabi Sulaiman alaihissalam, bangsa jin berada dalam posisi dibawah kekuasaan beliau. Ketika itu, komunitas bangsa jin tunduk dan patuh dengan perintah manusia. Keharmonisan pun terjadi. Namun, setelah kematian Nabi Sulaiman as, bangsa jin seolah terbebas dari belenggu kekuasaan manusia. Selanjutnya terjadilah masa-masa dimana hubungan manusia dengan bangsa jin seolah mengalami pasang surut.

Menurut Mas Anto, pada masa sekarang ini hubungan tersebut dapat dikatakan sangat kelam. Dia mengajukan beberapa alasan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Perjanjian yang tidak tuntas

Ada orang-orang yang diberi kelebihan ilmu kegaiban dapat memerintah jin dengan sesuka hatinya. Misalkan, dukun, paranormal, balian, keriaw (dukun dalam bahasa Sampit) atau apapun namanya. Orang-orang yang memiliki ilmu waskita ini lalu memanfaatkan jin untuk keperluan dan kepentingannya, baik untuk keperluan pribadi atau keperluan orang lain. Sebut saja untuk kekebalan, pesugihan, santet, pengasihan, dll. Umumnya memanfaatkan jasa jin.

Untuk dapat sampai ke tahap dimana jin mau memenuhi keinginan manusia tentu ada perjanjian atau persyaratan-persyaratan tertentu yang diminta jin dan harus dapat dipenuhi manusia. Inilah yang dikenal dengan istilah sesajian, tumbal, dll.

Namun demikian, perjanjian atau persyaratan yang diajukan jin tidak selamanya dapat dipenuhi manusia yang telah membuat perjanjian dengan jin tersebut. Misalkan, orang yang membuat perjanjian dengan jin tersebut keburu meninggal dunia, sementara keinginan orang tersebut telah dipenuhi jin. Pada akhirnya, jin akan menuntut perjanjian yang telah disepakati itu kepada anak keturunannya, kepada orang lain atau pada generasi berikutnya.

“Perjanjian atau persyaratan yang tidak dapat diteruskan ini kemudian menimbulkan masalah pada orang yang tidak tahu menahu dengan perjanjian tersebut,” ujar Mas Anto menjelaskan.

Selanjutnya dikatakan, perjanjian yang tidak tuntas ini menimbulkan kemarahan jin. Akibatnya jin tidak segan-segan mengganggu atau mencelakakan manusia.

Terganggunya hunian jin

Meskipun berada dalam dimensi berbeda, manusia dan sebagian jin ada yang menempati tempat yang sama yaitu di bumi. Ada yang terjadi interaksi atau hubungan antara manusia dengan jin, tetapi ada pula yang tidak.

“Pada masa lalu, terdapat keharmonisan berkaitan dengan hunian ini,” kata Mas Anto.

Dia mencontohkan bahwa dalam tradisi budaya masa lalu terdapat keselarasan atau keharmonisan manusia dengan alam. Misalkan, manusia yang hendak mengambil kayu dari hutan cenderung melakukan ritual atau doa-doa tertentu.

“Pada dasarnya ritual adalah untuk meminta ijin dari komunitas makhluk gaib yang menghuni kawasan hutan tersebut. Tujuannya agar makhluk gaib tersebut tidak marah karena huniannya terganggu,” lanjutnya.

Sedangkan masa sekarang, pembabatan hutan dilakukan semaunya seolah tidak mengindahkan adanya komunitas makhluk gaib di sana. Tempat-tempat yang sejauh ini menjadi hunian jin terganggu oleh ulah manusia. Bahkan penemuan sebuah situs kuno, seperti situs Trowulan (yang sangat berharga dalam pandangan manusia), tetap saja merupakan gangguan bagi jin yang telah menetap di sana selama ribuan tahun. Begitupula terjadinya lumpur Lapindo di Sidoarjo juga mengganggu komunitas gaib di sana.

‘Jin merasa marah huniannya terganggu. Akibatnya, jin akan membalasnya,” kilah Mas Anto yang menjadi pembina Padepokan Haqqul Gaib ini.

Lebih jauh dikatakan, terganggunya hunian jin tidak hanya di tempat-tempat sepi, seperti hutan, gunung, dll, tetapi juga di kawasan yang sudah dihuni manusia. Misalkan dalam proses pembuatan jembatan, jalan atau pembebasan lahan untuk dijadikan perumahan,dll. Terkadang lokasi tersebut sebelumnya telah menjadi hunian jin. Apabila tempat itu kemudian berubah, maka jin yang marah tidak jarang akan mencelakakan manusia.

Di samping itu, terdapat pula kesalahan yang dilakukan manusia dalam kaitan pemindahan jin dari suatu tempat ke tempat yang lain. Contohnya, dalam pengerjaan sebuah proyek, seperti pembangunan perumahan atau apartemen, biasanya pihak kontraktor yang memahami fenomena gaib akan menggunakan jasa orang-orang yang dianggapnya mampu berkomunikasi dengan jin. Tujuannya agar jin yang berada di lokasi tersebut dapat dipindahkan ke tempat baru.

“Jin tersebut mungkin saja mau dipindahkan. Tetapi di lokasi yang baru bisa saja terjadi masalah. Sebab di lokasi yang baru ada juga jinnya. Sehingga akan terjadi konflik karena tidak ada penyesuaian diantara jin,” kilah spiritualis yang juga filosof ini.

Menurutnya, hal ini sering terjadi akibat orang yang memindahkan jin tersebut tidak memahami komunitas jin. Dalam dunia manusia dapat diibaratkan antara warga pendatang dan pribumi. Pendatang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan pribumi tentu akan menimbulkan masalah.

“Peristiwa kesurupan sebenarnya merupakan contoh akibat dari kemarahan jin yang merasa huniannya terganggu,” katanya.

Pemanfaatan jin yang salah

Tidak dapat dipungkiri bahwa di era modern ini manusia masih memanfaatkan jin untuk melancarkan urusannya. Tetapi persoalannya, manusia seringkali tidak menyadari kesalahan dalam memanfaatkan jin.

Menurut Mas Anto, kesalahan ini dapat berakibat fatal bahkan membahayakan. Sebagai contoh, seseorang yang menggunakan jin agar tokonya laris. Sementara toko lain yang berdekatan juga memanfaatkan jin dengan tujuan sama.

“Hal ini tentunya menimbulkan konflik atau persinggungan diantara jin-jin. Sasaran kemarahan jin, ya manusia. Bentuknya bisa kesurupan atau kebakaran,” kata Mas Anto.

Maksudnya, manusia akan dibuat ceroboh sehingga melakukan kesalahan yang mengakibatkan kebakaran. Contoh lain misalkan dalam pembangunan perumahan atau apartemen. Para developer cenderung menggunakan paranormal atau dukun yang dapat memanfaatkan jin dengan tujuan agar perumahan atau apartemen yang dijual tersebut laris dan banyak dihuni orang. Tetapi seringkali dukun tersebut lupa bahwa hal itu tidak menjamin orang yang menempati rumah atau apartemen tersebut merasa nyaman dan betah. Sehingga terjadilah gangguan terhadap penghuni rumah atau apartemen itu.

Selanjutnya dia mengatakan bahwa ada paranormal atau dukun yang dianggapnya pintar dalam menggunakan jasa jin, tetapi sesungguhnya tidak sanggup. Dengan kata lain, paranormal itu memiliki keterbatasan dalam memanfaatkan jin, tetapi merasa dirinya mampu dan hebat.

“Paranormal tersebut bisa saja memiliki satu atau dua jin. Tetapi bukan jin yang dapat melakukan semua keinginan pemiliknya. Akibatnya banyak orang yang tertipu dengan ulah semacam ini. Lalu muncul komplain atau ketidakpuasan terhadap paranormal,” ujarnya.

Penyadaran Diri

Sisi kelam hubungan manusia dengan jin sebagaimana diuraikan di atas dapat dipulihkan dengan melakukan proses penyadaran diri.

“Seperti ayat di atas, manusia dan jin memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan. Keduanya diciptakan untuk beribadah kepadaNya,” kata Mas Anto.

Menurutnya, jin sebenarnya mengetahui bahwa dalam proses penciptaan manusia tergolong makhluk yang sempurna. Tetapi itu tidak berarti manusia dapat bersikap sombong terhadap jin. Tentu jin akan melakukan tindakan atau reaksi jika diganggu.

Dikatakan pula, pemanfaatan jin untuk kepentingan manusia sebenarnya sah-sah saja, asalkan mengetahui benar aturan mainnya. Meski yang terjadi sekarang ini adalah eksploitasi terhadap jin, seperti praktek perdukunan yang dibalut dengan kebohongan. Jadi bukan jinnya yang berbohong ketika tidak berhasil memenuhi keinginan pemiliknya (paranormal atau dukun), melainkan paranormalnya yang telah berbohong kepada pasiennya.

“Paranormal tersebut mengetahui kemampuan jin yang dimiliki. Tetapi terhadap pasiennya, seolah jin yang dimiliki sangat hebat dan sanggup melakukan apapun yang diperintahkan,” kilah Mas Anto sambil tersenyum.

Lebih jauh dikatakan, sebenarnya orang-orang yang memiliki kemampuan berhubungan dengan jin bertanggung jawab terhadap hal ini, yaitu mengharmoniskan kembali hubungan manusia dengan jin agar dapat membetulkan pemahaman yang salah terhadap jin.

Salah satu pola untuk mengharmoniskan ini adalah melakukan semacam bentuk majelis zikir.

“Pada intinya agar dapat membangkitkan kesadaran manusia terhadap posisinya sebagai makhluk Tuhan di bumi,” kilah Mas Anto.

Menurutnya lagi, dikalangan makhluk gaib pun terjadi proses penyadaran semacam ini. Informasi ini didapatkannya dari jin yang bernama Syekh Aminuddin bin Ahmad Al Jabbar.www.myland59.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar